Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi
Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi - Kembali lagi di blog Modifamp, Pada kesempatan kali ini admin akan membagikan artikel tentang Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi, dan admin telah menyiaplkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan pada Artikel Jembrana, Artikel Peristiwa, Artikel Sapi Bali, yang kami tulis ini dapat dengan mudah anda pahami. baiklah, tidak usah berlama-lama selamat membaca.Judul : Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi
link : Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi
Baca juga
Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi
![]() |
Sapi Bali (Foto: Erakini.com) |
Nyaris 50 tahun kontrol terhadap wabah penyakit Jembrana hanya berdasarkan pada deteksi dini dan vaksinasi. Lebih memprihatinkan lagi vaksin komersial yang tersedia terbatas satu brand semata, yaitu "JDVacc" yang telah dipakai secara rutin untuk mengatasi penyakit itu. Vaksin ini masih bersifat konvensional, yakni berbasis virus yang diisolasi dari jaringan terinfeksi (Tabanan/87isolate, JDVTAB/87) yang kemudian diinaktivasi.
Demikian paparan dari Dr drh Asmarani Kusumawati MP, Dosen FKH UGM yang mengupas perihal duduk kasus cukup sensitif dan krusial penyakit pada Sapi Bali. Penyakit ini kini penyebarannya tidak hanya di pulau Bali saja, namun kini diketahui menyebar pada beberapa kawasan lain di Indonesia, bahkan merangsek hingga ke Australia.
“Penyakit Jembrana kini diduga telah berubah, meski belum tentu terjadi mutasi gen,” ungkap Dr Asmarani dalam Seminar Nasional Sapi Bali, Sabtu (24/11/2018).
Jembrana juga sudah sanggup menyerang sapi bangsa lain ibarat sapi FH dan crossbred Bali. Meskipun menurutnya dengan tanda-tanda yang lebih ringan. Seperti diketahui, bahwa Sapi Bali merupakan salah satu penghasil daging utama di Indonesia, mengingat total populasinya mencapai 27% dari populasi total sapi. Sehingga tidaklah mengherankan, jikalau penyakit Jembrana menjadi penyakit strategis yang kuat secara hemat cukup besar di Indonesia.
Berdasarkan data dari Provinsi Sumsel 2017 yang lalu, jumlah sapi Bali yang mati akhir terjangkit virus Jembrana sebanyak 50 ekor, Kabupaten Musi Banyuasin menjadi kawasan terbanyak yang menyumbang angka simpulan hayat sapi Bali akhir virus Jembrana. Dari 200 ekor sapi Bali yang mati, sekitar 100 ekor berasal dari Kabupaten itu. Yang menarik dari beberapa kabupaten lain yang turut terjangkit virus ini ternyata mempunyai masa inkubasi yang pendek, yakni hanya 5-12 hari.
Lebih lanjut Asmarani menerangkan, Jembrana sebagai sebuah penyakit yang bersifat akut dan berat, mempunyai gejala-gejala klinis pokok ibarat keringat berdarah, demam lethargy, nafsu makan anjlok dan yang juga khas yaitu pembesaran jaringan limfe. Menyerang sapi Bali baik jantan maupun betina pada semua umur.
Pada yang bunting mempunyai tingkat kepekaan lebih tinggi terhadap serangan penyakit Jembrana sehingga mengakibatkan tingkat abortus sanggup mencapai 49%. Tingkat morbiditas mencapai 65% dengan tingkat mortalitas relatif rendah, berkisar 15%. Akan tetapi pada sapi penderita tingkat kematiannya (case fatality rate) menembus 30%.
Lebih dari 90% simpulan hayat ternak sapi terjadi pada ahad pertama semenjak munculnya tanda-tanda klinis. Yang cukup menarik yaitu "Protein imunogenik virus Jembrana" masih sanggup ditemukan, meskipun sapi sudah dinyatakan sembuh.
Selain itu yang berkaitan dengan bebas virus pada Sapi dinyatakan sesudah 2 tahun pascainfeksi. Sehingga binatang yang telah sembuh sanggup menjadi "karier" untuk penyebaran penyakit.
Ancaman dari penyakit ini berpotensi menurunkan produksi ternak sapi Bali yang berdampak pula terhadap memperlambat tercapainya swasembada daging.
Bioteknologi bisa membantu mengatasi masalah yang berkaitan dengan penyakit Jembrana. “Adapun melalui bantuan dalam pengembangan vaksin untuk mempersiapkan sistemimunitas sapi sebelum melawan virus saat terjadi infeksi,” urainya.
Selain sebagai perjuangan mencegah kerugian dalam industri peternakan, bioteknologi bisa menyediakan aneka macam macam jenis vaksin bergantung pada molekul yang diinjeksikan.
“Tipe vaksin DNA lah yang dinilai sangat berpotensi untuk diaplikasi dalam masalah penyakit ini,” ujarnya.
Penggunaan vaksin DNA ini bisa menghindari kemungkinan adanya reversal patogen teratenuasi menjadi "ganas kembali". Disamping itu,jika dibandingkan dengan jenis vaksin lainnya yang hanya bisa memicu respon imunitas humoral, vaksin DNA bisa memicu respon kekebalan seluler pula, yaitu respon yang sangat esensial untuk keberhasilan kontrol benjol virus dalam badan organisme.
Pengembangan vaksin DNA diperlukan bisa membantu mengatasi hambatan-hambatan untuk tercapainya swasembada daging sapi di Indonesia. Menurut Doktor lulusan Montpellier II Perancis tahun 1998 ini, bahwa beberapa kelebihan diagnostimolekuler diantaranya yaitu kecepatan, hasil yang sangat tepat, relatif lebih sensitif serta akurat. Selain itu sanggup mendeteksi hingga pada tingkat gen (DNA); RNA dan protein.
Menurut perempuan berdarah Makassar dengan tiga anak ini, dalam mendiagosa aplikasi bioteknologi dilakukan dengan metode yang tidak menyerang dan menjadikan akhir jelek (non-invasive), artinya relatif kondusif terhadap jenis penyakit non-infeksi ibarat kanker, penyakit degeneratif, penyakit kongenital dan kelainan genetis. Menjadi keinginan besar kita bersama, semoga aplikasi bioteknologi untuk mendiagnosa dan menciptakan vaksin yang handal. (Iyo)
Demikianlah artikel kali ini tentang Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi
dengan adanya artikel Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi yang admin bagikan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan atau artikel menarik lainnya dan terimaksih telah berkunjung.
Anda sekarang membaca artikel Diagnosa Dan Vaksin Jembrana Berbasis Bioteknologi dengan alamat link https://modifamp.blogspot.com/2006/02/diagnosa-dan-vaksin-jembrana-berbasis.html